Kericuhan antara pedagang asongan dan petugas keamanan di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) terjadi pada Minggu (1/6/2025) malam. Insiden ini dipicu oleh protes sejumlah pedagang yang tidak diizinkan berjualan di area wisata tersebut. Kapolsek Cipayung, Komisaris Dwi Susanto, menyebut bahwa peristiwa tersebut merupakan akibat dari kesalahpahaman dalam proses penertiban.
“Itu sebenarnya hanya kesalahpahaman, antara pedagang yang tidak memiliki izin berjualan dengan pihak TMII yang sedang melakukan penataan,” ujar Dwi saat ditemui pada Kamis (5/6/2025).
Menurut Dwi, pengelola TMII saat ini sedang berupaya menata kawasan agar lebih tertib, dan mencontoh sistem penataan di Gelora Bung Karno (GBK) yang kini telah bersih dari pedagang liar. Ia menilai langkah TMII sebagai bentuk perbaikan tata kelola lingkungan wisata.
“TMII sedang menata area agar lebih rapi. Mereka ingin seperti GBK—dulu semrawut, sekarang bersih dan tertib,” tambahnya.
Pihak TMII, kata Dwi, berencana memberikan booth atau tempat khusus bagi para pedagang agar tetap bisa berjualan dengan cara yang tertata dan sesuai aturan. Namun, sebagian pedagang masih menggunakan pendekatan lama yang tidak lagi relevan dengan kondisi TMII saat ini.
“Mindset mereka masih seperti pedagang asongan lama. Padahal TMII sekarang sudah berubah, tidak bisa lagi seperti dulu,” ungkap Dwi.
Sebagai upaya penyelesaian, Polsek Cipayung telah memediasi pertemuan antara pengelola TMII, perwakilan pedagang, serta unsur kelurahan, kecamatan, dan RT/RW. Pertemuan ini bertujuan mencari solusi bersama agar aktivitas perdagangan tetap bisa berlangsung tanpa mengganggu ketertiban umum.
Sebelumnya, kericuhan sempat terekam dalam sebuah video yang memperlihatkan aksi saling dorong antara pedagang dan petugas keamanan TMII. Aksi protes juga berlanjut keesokan harinya, Senin (2/6/2025), di Pintu Gerbang 2 TMII.
Sejumlah pedagang menyatakan kesediaannya mengikuti aturan baru, termasuk membayar iuran, asalkan tetap dapat berjualan di dalam kawasan TMII secara resmi dan tertib.