Unggahan mengejutkan mengenai kondisi Danau Toba viral di media sosial pada Jumat (25/7/2025). Dalam video berdurasi 26 detik yang diunggah akun TikTok @maidasllhi, tampak air danau yang berubah keruh dan ribuan ikan mati mengambang di permukaannya. Suara dalam video itu terdengar prihatin, “Danau Toba sedang tidak baik-baik saja… Kenapa naik semua ke atas? Karena air kotornya, kemungkinan besar dia (ikan) tidak mendapatkan udara di bawah sana.”
Video tersebut memicu kehebohan dan kekhawatiran publik, dengan jumlah tayangan mencapai lebih dari 1,3 juta kali hingga Selasa (29/7/2025). Banyak warganet menduga bahwa air keruh disebabkan oleh bangkai ikan, namun penjelasan ilmiah justru menunjukkan sebaliknya. Maida Silalahi, pengunggah video, mengonfirmasi bahwa lokasi kejadian berada di Pangururan, sebuah wilayah perairan tertutup di Danau Toba. Menurutnya, saat kejadian, cuaca cukup cerah dan sungai di sekitar tidak dalam kondisi banjir atau keruh.
Peneliti dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Dr. Ir. Lukman, M.Si., menyatakan bahwa penyebab air keruh kemungkinan besar bukan berasal dari ikan-ikan mati. Ia menjelaskan bahwa kejadian ini lebih mungkin dipicu oleh proses internal dalam danau, seperti pembalikan massa air dari dasar (turnover) atau akumulasi limbah dari karamba yang memicu kondisi anoksik — suatu keadaan di mana kadar oksigen turun drastis hingga nyaris nol.
Dalam perairan yang relatif tenang seperti Pangururan, bahan organik dari sisa pakan dan kotoran ikan dapat menumpuk di dasar. Ketika terurai dalam kondisi tanpa oksigen, proses ini menghasilkan gas-gas beracun seperti hidrogen sulfida (H₂S), metana (CH₄), nitrogen (N), dan karbon dioksida (CO₂). Pergantian suhu atau pergerakan arus dari bagian danau lain dapat mendorong gas-gas ini ke permukaan, menciptakan situasi mematikan bagi ikan-ikan yang tak sempat menyelamatkan diri.
Tak hanya menyebabkan kematian ikan secara massal, kondisi ini juga berdampak jangka panjang. Menurut Lukman, proses ini dapat memperparah eutrofikasi, yaitu penyuburan berlebihan di air danau yang memicu pertumbuhan fitoplankton secara besar-besaran (blooming). Akibatnya, air menjadi semakin keruh, hijau, dan menurunkan tingkat kecerahan, yang pada akhirnya bisa merusak ekosistem dasar danau (bentos).
Sebagai solusi, BRIN mendorong pemerintah dan pemangku kepentingan untuk melakukan sejumlah langkah penting. Di antaranya adalah penataan zonasi perairan berdasarkan kondisi ekohidrologi, pengendalian jumlah karamba dan kepemilikannya, penerapan teknik budidaya yang lebih berkelanjutan, hingga pengaturan jarak antar-karamba dan penjadwalan siklus budidaya sesuai kondisi danau.
Fenomena ini menjadi peringatan keras bahwa Danau Toba, salah satu kebanggaan alam Indonesia, kini menghadapi tantangan serius dari aktivitas manusia dan perubahan ekosistem. Langkah nyata dan terukur dibutuhkan segera untuk mencegah krisis lingkungan yang lebih parah di masa depan.