Peringatan 21 Tahun Kematian Munir: Aktivis Desak Kasus Pembunuhan Dibuka Kembali
Lebih dari dua dekade berlalu, kasus pembunuhan Munir Said Thalib, aktivis hak asasi manusia (HAM) yang dibunuh pada 7 September 2004, belum juga menemukan titik terang. Pada peringatan ke-21 kematiannya, berbagai organisasi dan aktivis HAM kembali mengingatkan pentingnya keadilan yang belum terwujud.
Pada Senin (8/9/2025), ratusan orang yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menggelar aksi di depan kantor Komnas HAM di Jakarta. Mereka membawa poster dan spanduk yang menuntut agar kasus Munir tidak tenggelam dalam pusaran politik. Tuntutan utama mereka: membuka kembali penyelidikan kasus yang diduga melibatkan penyalahgunaan kekuasaan, baik oleh badan intelijen negara maupun maskapai penerbangan milik negara.
Aksi Massa yang Tegaskan Penuntasan Kasus
Selama aksi, massa yang sebagian besar berasal dari komunitas HAM, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil, menyuarakan keseriusan agar pemerintah tidak menunda-nunda penyelidikan. Mereka menuntut agar pelaku intelektual yang berada di balik peristiwa pembunuhan Munir segera diadili. Salah satu spanduk besar yang dipasang bertuliskan, “7 SEPTEMBER 2004 MUNIR DIRACUN DI UDARA”, yang menjadi simbol bahwa kebenaran tak boleh disembunyikan. Poster dengan pesan "SEPTEMBER HITAM" juga menarik perhatian, bersama dengan slogan-slogan yang mengingatkan bahwa ingatan adalah senjata dalam melawan kekerasan dan penindasan.
Salah satu orator dalam aksi tersebut, Asri, sahabat Munir, mengingatkan bahwa perjuangan untuk keadilan tak boleh berhenti hanya karena waktu yang berlalu. “Munir adalah sosok humanis yang berani mengungkapkan pelanggaran HAM pada masanya. Kami tidak akan berhenti sampai kebenaran terungkap,” katanya dengan tegas.
Komnas HAM Diminta Tindak Lanjut Secara Tegas
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menemui massa aksi untuk memberikan perkembangan terbaru penyelidikan. Anis mengungkapkan bahwa sejak awal 2023, Komnas HAM telah memanggil saksi dan mengumpulkan dokumen terkait kasus ini. Meskipun begitu, aktivis dan masyarakat sipil tetap merasa kecewa dengan lambatnya proses hukum. Dimas, perwakilan KontraS, mengingatkan Komnas HAM untuk segera menetapkan bahwa Munir adalah korban dari pembunuhan yang didalangi oleh pihak negara.
"Jika sampai 8 Desember 2025 Komnas HAM belum menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat, kami akan terus mengawasi dan mendesak mereka," ujar Dimas.
Ketegasan Komnas HAM Dipertanyakan
Tuntutan massa semakin kuat ketika Anis Hidayah, dalam dialog dengan para aktivis, menyatakan kesiapannya untuk mundur jika Komnas HAM tidak mampu menyelesaikan penyelidikan kasus Munir tepat waktu. "Jika sampai 8 Desember Komnas HAM belum menyelesaikan penyelidikan, saya bersedia mundur," ujar Anis. Pernyataan ini memicu respon keras dari para aktivis yang mengingatkan bahwa janji tersebut tidak boleh sekadar retorika.
Menurut para aktivis, janji mundur ini adalah ujian bagi Komnas HAM untuk menunjukkan komitmennya dalam menegakkan keadilan tanpa adanya intervensi politik.
KASUM: Kasus Munir adalah Pelanggaran HAM Berat
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menegaskan bahwa kasus Munir adalah tindak pidana luar biasa yang harus segera diusut tuntas. Mereka mengecam budaya impunitas yang masih mengakar dan mengingatkan bahwa hukum di Indonesia sering kali dipolitisasi demi kepentingan penguasa. Menurut KASUM, jika negara serius dalam mencari keadilan, maka kasus Munir yang melibatkan badan intelijen dan maskapai penerbangan milik negara, harus diproses secara transparan.
Peringatan 21 tahun kematian Munir ini bukan hanya sekadar mengenang, tetapi juga menjadi momentum penting bagi semua pihak untuk menyuarakan keadilan yang telah lama ditunggu. Para aktivis menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti memperjuangkan hak Munir dan keluarganya hingga kebenaran akhirnya terungkap.
Tindak Lanjut yang Diharapkan
Dari aksi ini, harapan utama tetap pada ketegasan pemerintah dan lembaga negara dalam menuntaskan kasus yang telah terlalu lama dibiarkan tanpa kejelasan. Bagi keluarga Munir dan para pendukungnya, peringatan ini menjadi simbol bahwa mereka tidak akan pernah menyerah, meskipun sudah lebih dari dua dekade berlalu.
Komnas HAM kini dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan penyelidikan dengan lebih serius atau menghadapi tekanan yang semakin kuat dari masyarakat dan organisasi pembela HAM. Tanggal 8 Desember 2025 menjadi batas waktu yang akan menguji keseriusan lembaga negara ini dalam mencari keadilan bagi Munir Said Thalib.