Momen haru pertemuan seorang anak dengan ayahnya di tengah kondisi Aceh Tamiang, Kuala Simpang, yang luluh lantak akibat banjir bandang, viral di media sosial TikTok. Video tersebut dibagikan melalui akun @mama_ai5 dan telah ditonton lebih dari 6,7 juta kali.
Pemilik akun tersebut diketahui bernama Dwi Ratnasari. Dalam unggahannya, Dwi menceritakan pengalaman emosionalnya yang sempat terpisah dari keluarga di Desa Tanjung Karang selama berhari-hari akibat banjir besar yang melanda wilayah tersebut.
Dalam video yang viral, Dwi memperlihatkan perjalanan beratnya menembus jalanan berlumpur tebal untuk mencapai rumah orang tuanya. Saat hampir tiba, ia melihat sosok ayahnya mengenakan kaus hitam penuh lumpur, tengah membawa beras bantuan.
“Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya kami bisa ketemu keluarga di Aceh Tamiang, Kuala Simpang. Masya Allah, kota kelahiranku benar-benar seperti kota zombie,” tulis Dwi dalam unggahannya.
Unggahan tersebut juga menampilkan kondisi Aceh Tamiang pascabanjir. Jalanan tertutup lumpur tebal, bangunan rusak, hingga tiang listrik miring terlihat di sejumlah titik. Dalam salah satu video, Dwi bahkan merekam momen dirinya mencari botol bekas untuk dijadikan obor penerangan pada malam hari.
Sejumlah warganet turut tersentuh dan membanjiri kolom komentar. Banyak yang mengaku menangis melihat momen saat Dwi memanggil sang ayah hingga akhirnya berpelukan.
Wolipop telah mengonfirmasi langsung kisah tersebut kepada Dwi Ratnasari. Ia menjelaskan bahwa dirinya lahir di Aceh dan kini menetap di Medan. Saat banjir terjadi, ia sempat berkomunikasi dengan keluarga hingga air mencapai leher. Setelah itu, komunikasi terputus total.
“Kami buru-buru berangkat karena sudah tidak ada kabar. Saya sampai demam berhari-hari memikirkan keluarga,” ungkap Dwi.
Pada 3 Desember 2025, Dwi dan suaminya memutuskan nekat berangkat dari Medan menuju Aceh Tamiang. Perjalanan mereka dipenuhi tantangan, mulai dari banjir setinggi betis hingga selutut di beberapa wilayah. Mereka harus beriringan dengan truk besar demi bisa melewati genangan air.
Setibanya di Kuala Simpang, Dwi mengaku syok melihat kondisi kota yang rusak parah. Jalanan licin, bau bangkai menyengat, serta kendaraan berantakan di tengah jalan.
Puncak emosi terjadi saat Dwi tiba di gang rumah orang tuanya di Desa Tanjung Karang. Ia mengenali gaya berjalan seseorang yang ternyata adalah ayahnya.
“Saya teriak manggil, ‘Bapak!’, dan kami langsung berpelukan sambil menangis,” kenangnya.
Dwi baru mengetahui bahwa keluarganya hanya mendapatkan sedikit beras bantuan dan sudah berhari-hari kelaparan. Bahkan, mereka terpaksa memakan beras terendam lumpur dan menyaring air lumpur untuk minum.
Karena khawatir akan isu penjarahan, Dwi dan suami membawa makanan matang dari Medan. Saat melihat ayahnya makan dengan lahap, Dwi kembali tak kuasa menahan tangis.
Pada kunjungan berikutnya, Dwi kembali ke Aceh Tamiang membawa sembako untuk keluarga dan warga sekitar. Ia juga membawa pulang adiknya yang sedang hamil delapan bulan ke Medan karena kondisi wilayah yang masih sangat memprihatinkan.





