Kokura, sebuah kota di barat daya Jepang yang kini menjadi bagian dari Kitakyushu, menyimpan kisah luar biasa dari masa Perang Dunia II. Pada 1963, Kokura bergabung dengan empat kota lain membentuk Kitakyushu, yang kini berpenduduk hampir satu juta jiwa. Namun, bagi sebagian masyarakat Jepang, nama Kokura tetap lekat di ingatan karena perannya dalam sejarah kelam bom atom.
Pada 1945, Kokura menjadi salah satu target utama Amerika Serikat untuk dijatuhi bom atom, bersama Hiroshima. Bahkan, kota ini berada di peringkat kedua prioritas target setelah Hiroshima, karena merupakan pusat produksi senjata dan memiliki gudang persenjataan besar. Rencana awal militer AS, jika bom atom gagal dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus, maka Kokura akan menjadi sasaran.
Tiga hari setelah Hiroshima luluh lantak, pesawat pengebom B-29 “Bockscar” membawa bom plutonium “Fat Man” menuju Kokura. Ledakannya diperkirakan jauh lebih dahsyat daripada bom uranium di Hiroshima. Namun, pagi itu kota diselimuti awan tebal dan asap, kemungkinan besar akibat pengeboman konvensional di kota tetangga Yawata sehari sebelumnya. Beberapa sejarawan meyakini pabrik-pabrik di Kokura sengaja membakar batu bara untuk menciptakan tirai asap sebagai perlindungan.
Bockscar mengitari Kokura tiga kali, namun pandangan tetap terhalang. Sistem pertahanan darat mulai menembaki pesawat, sementara bahan bakar semakin menipis. Mayor Charles Sweeney akhirnya memutuskan mengubah haluan ke target cadangan, Nagasaki. Keputusan ini menyelamatkan Kokura untuk kedua kalinya dari bom atom.
Nagasaki, yang awalnya tidak termasuk dalam daftar target, akhirnya menjadi kota kedua yang mengalami kehancuran dahsyat. Ledakan bom atom di Hiroshima menewaskan sekitar 140.000 orang, sementara di Nagasaki sekitar 74.000 jiwa. Ribuan korban lainnya mengalami penderitaan akibat radiasi selama bertahun-tahun.
Dalam bahasa Jepang, “Keberuntungan Kokura” menjadi ungkapan untuk menggambarkan lolos dari nasib buruk di detik-detik terakhir. Meski selamat dari bom atom, masyarakat Kokura merasakan campuran lega dan duka, mengetahui bahwa kehancuran yang mengerikan justru menimpa kota lain.
Kini, Kitakyushu memiliki Monumen Bom Atom Nagasaki yang dibangun di bekas lokasi gudang senjata. Monumen ini menjadi tempat peringatan tahunan setiap 9 Agustus sejak 1973, mengenang tragedi Nagasaki sekaligus keberuntungan yang nyaris tak terjadi di Kokura. Pada 2022, Museum Perdamaian Kota Kitakyushu dibuka, memperkuat pesan perdamaian dan hubungan persahabatan antara kedua kota.
Menariknya, setelah perang, Kitakyushu sempat menjadi salah satu kota paling tercemar di Jepang. Perairan Teluk Dokai nyaris mati akibat limbah industri. Namun, lewat upaya panjang dan investasi pada teknologi ramah lingkungan, Kitakyushu kini dikenal sebagai salah satu kota terhijau di Asia—membuktikan bahwa dari sejarah kelam, selalu ada jalan menuju masa depan yang lebih baik.