Israel kembali melancarkan serangan udara di Jalur Gaza pada Selasa (28/10/2025), meskipun gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat (AS) masih secara resmi berlaku. Serangan ini menargetkan sejumlah wilayah padat penduduk dan menyebabkan sedikitnya 30 orang tewas, termasuk warga sipil serta tenaga medis di sekitar Rumah Sakit Al-Shifa, fasilitas kesehatan terbesar di Gaza.
Badan Pertahanan Sipil Gaza, yang berada di bawah otoritas Hamas, melaporkan bahwa tiga serangan udara besar dilancarkan Israel dalam waktu hampir bersamaan. Salah satu serangan menghantam halaman belakang Rumah Sakit Al-Shifa dan menewaskan lima orang yang berada di dalam kendaraan saat itu. Serangan ini terjadi di tengah proses pertukaran jenazah sandera antara Hamas dan Israel yang merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata.
Militer Israel menuduh Hamas melanggar kesepakatan dengan menyerang pasukan mereka di wilayah Gaza. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Katz, menyebut tindakan Hamas sebagai “pelanggaran batas” yang akan dibalas dengan “kekuatan besar.” Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengonfirmasi perintah untuk melakukan “serangan dahsyat” di Gaza.
Sementara itu, Wakil Presiden AS JD Vance menegaskan bahwa gencatan senjata tetap berlaku. Ia mengakui adanya “pertempuran kecil” di lapangan, namun menilai bahwa kesepakatan perdamaian masih bisa dipertahankan. “Kami memperkirakan Israel akan membalas, tetapi saya pikir perdamaian presiden akan tetap berlaku,” ujarnya dalam wawancara dengan Fox News yang diunggah oleh Gedung Putih.
Di sisi lain, Hamas menyatakan bahwa pemboman yang terus terjadi menghambat proses penyerahan jenazah sandera Israel yang telah ditemukan. Kelompok itu menunda serah terima jenazah tambahan karena meningkatnya intensitas serangan udara. Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, mengatakan pihaknya bertekad menyerahkan jenazah para sandera “sesegera mungkin setelah ditemukan.”
Pemerintah Israel menuduh Hamas memanipulasi proses penyerahan jenazah. Juru bicara pemerintah, Shosh Bedrosian, menyebut Hamas menyerahkan sebagian jenazah yang sebenarnya telah dikembalikan dua tahun lalu. “Hamas menggali lubang di tanah, menempatkan sebagian jenazah di dalamnya, lalu menyerahkannya kepada Palang Merah,” katanya. Ia menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Forum Sandera dan Keluarga Hilang di Israel mendesak pemerintah agar menanggapi pelanggaran tersebut secara tegas. Mereka menuduh Hamas masih menyembunyikan informasi terkait lokasi jenazah sandera lain yang belum ditemukan.
Hamas menyatakan telah mengembalikan 20 sandera hidup sesuai kesepakatan gencatan senjata yang berlaku sejak 10 Oktober 2025. Namun, konflik berkepanjangan antara kedua pihak telah menelan korban sangat besar. Serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.221 orang, sebagian besar warga sipil. Sejak saat itu, serangan balasan Israel ke Gaza menewaskan lebih dari 68.000 orang, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza yang diakui PBB.
Meski gencatan senjata diumumkan, korban terus bertambah karena banyak jenazah masih tertimbun reruntuhan bangunan yang hancur akibat pemboman. Di tengah situasi yang semakin genting, warga Gaza khawatir bahwa kesepakatan damai akan runtuh sepenuhnya.
“Sekarang mereka menuduh Hamas mengulur waktu. Itu hanya dalih untuk memulai perang baru,” ujar Abdul-Hayy al-Hajj Ahmed, warga Gaza berusia 60 tahun. “Kami ingin beristirahat. Saya yakin perang akan kembali,” tambahnya dengan nada cemas.





